Rabu, 20 Februari 2013

Mayat Hidup - Chapter 1 (belum selesai)



Chapter 1 #Cultural Night Berdarah

Jum’at 15 February 2013

Entah apa yang merasuki ku sampai aku ingin sekali kembali ke camp, camp yang dimana aku menjadi panitia di dalam event se-nasional itu. Padahal sekitar 1 bulan yang lalu aku tidak ingin menjadi panitia di event tersebut, “buang – buang tenaga dan waktu”, pikirku pada saat itu. Tetapi setelah 10jam meninggalkan camp tersebut karena suatu alasan, aku merasa ada yang hilang, mungkin suasana disana.

Apalagi malam ini adalah jadwal malam kebudayaan, atau bahasa kerennya Cultural Night. Aku kembali kesana tepat pukul 15.00 WIB . memakan waktu lebih kurang 1 jam perjalanan dari rumah ku ke camp tersebut.

Oh ya nama ku Adi, badanku terbilang gemuk , aku mahasiswa semester 6 di Universitas Swasta di Jakarta, IP ku lumayan diatas rata setiap semesternya, dan aku mempunyai keahlian di bidang design, baru aku sadari event ini seperti mengulang kebiasaan lama di bidang organisasi ku saat SMA, aku di tempatkan di bagian Design, mulai dari ID card peserta Camp, sampai Spanduk yang di butuhkan oleh kegiatan camp.

Sesampai nya di camp aku langsung di sibuk kan dengan kegiatan panitia, kebetulan aku di divisi yang tidak memerlukan banyak tenaga dan hanya bertugas di depan komputer,  jadi jika aku sudah selesai aku bisa membantu jalannya acara atau pekerjaan lainnya. Pukul 18.30 aku orang terakhir yang mandi untuk ke acara Malam Kebudayaan di camp ini, sungguh melelahkan duduk 2 ½ jam di depan komputer.

“aaah segar” kataku sesaat aku keluar dari  kamar mandi.

Disaat aku mengganti pakaian di kamar paling pojok, ada suara teriakan cukup keras dari arah meja komputer ku di depan. Padahal tadi saat aku meninggalkan meja komputer ku, asrama panitia ini kosong tanpa penghuni kecuali aku. “mungkin kak uli bercanda dengan bude yuli” pikirku. Kedua perempuan hampir separuh baya ini memang bertugas di sekretariat dan satu komputer denganku, jadi harus bergantian jika ingin memakai komputer disini.

Aku memakai pakaian adat bali untuk Malam Kebudayaan ini, lengkap dengan Udeng (Seperti ikat kepala yang biasanya di pakai pada upacara keagamaan masyarakat bali), aku bersiap dan keluar sampai akhirnya di meja depan ‘ASTAGA’, baru aku tau kalo ternyata teriakan ka uli tadi adalah teriakan ke sakitan, perempuan hampir separuh baya itu sudah tak sadarkan diri, tangannya pun sudah putus entah kemana, lantai depan sudah banyak bercak berwarna merah.

Aku berfikir pasti ada perampok yang berusaha masuk kesini dan menebas tangan perempuan hampir separuh baya itu.

Aku yang panik segera berlari ke kamarku untuk mendapatkan telepon genggam milikku, aku berusaha menghubungi ketua panitia dari acara ini atau polisi, hasilnya nihil. Telepon genggam ku tidak mendapatkan signal di tempat ini. Di saat aku masih berusaha mencoba melakukan sambungan telepon dari luar, tiba-tiba terdengear teriakan wanita dari arah jendela kamar panitia di tempat dimana aku berada sekarang.

Astaga, apa yang kulihat dari jendela kamar ini seperti dalam film atau dalam serial komik, manusia memakan manusia lainnya seperti kanibal, namun orang yang telah di makan akan bangkit lagi dan mengejar manusia yang masih hidup.

Orang – orang di aula yang sedang bersiap mengikuti malam kebudayaan pun berhamburan keluar, se per sekian detik aku melihat kejadian itu dan tak lama aku di kejutkan oleh langkah kaki, ternyata itu Kak Uli di meja depan sudah bangun layaknya mayat hidup dan sampai di ujung kamar, aku yang melihat kak uli tanpa tangan kirinya merasa kasihan, tetapi sekali lagi dia bukan manusia lagi. Tatapan matanya kosong tanpa arah tetapi sepertinya ia tau jika ada aku disini.

Apa yang harus ku perbuat ? membunuhnya ? apa kata orang-orang jika aku membunuhnya ? tetapi jika aku tak membunuhnya aku yang akan menjadi seperti itu, aku juga akan membunuh seseorang dan orang yang  aku bunuh pun bangkit lagi, ‘ARGHHH apa yang terjadiiiiii sebenarnya ??’

Aku membeku dalam ketakutan ku sendiri, sementara ka uli yang ingin menjadikan aku santapan makan malamnya terus mendekati ku sambil mengeram, matanya melotot tak berkedip, giginya seperti tumbuh sekitar ½ cm mungkin digunakan untuk mengunyah daging ku sekarang. Aku hanya bisa diam sampai akhir nya tepat 2 langkah lagi perempuan hampir separuh baya ini menjadikan aku sebagai santapan makan malamnya.
Tiba - tiba muncul sekelebat sosok membawa keyboard komputer dan menghantamkannya ke kepala mayat hidup di depanku, awalnya aku tidak tau siapa dia karena terhalang oleh ka uli.

Sampai ketika Terpental lah kak uli yang sedari tadi ingin menjadikan ku santapan makan malamnya, tak lupa juga ia meninggalkan bercak darah pada keyboard, muka ku dan tentu saja di lantai.  Dan aku baru tau siapa yang melakukan itu. itu Hilman dia salah satu panitia juga dan secara kebetulan dia juga satu kamar dengan ku “Eh Bodoh, kau buta? Ngga liat semua ini ? Buruan bawa apa saja yang bisa buat mecahin kepala orang, dan kita kabur dari sini. Aku menjaga pintu depan kau berkemas cepat” . katanya dengan logat khas daerahnya

Aku yang bingung harus membawa apa mulai kelihatan gugup, akhirnya aku keluarkan semua pakaian ku dari ransel hijau yang aku bawa dari rumah tadi siang. Aku teringat ada gunting dan pisau di kamar nomer satu, mungkin aku bisa membawa itu, lalu aku juga menyimpan pisau lipat di tas dan juga payung kecil mungkin akan berguna nanti,  aku teringat akan satu hal, kemarin siang aku memainkan senter dan aku menaruh senter itu tepat di bawah tempat tidurku dan ternyata ada.

Hilman yang sudah ketakutan karena mayat hidup mulai banyak mulai meriakiku “WOY, buruan KAU MAU MATI dan menjadi salah satu dari ‘MEREKA’??”

“TUNGGU…!!” kataku sambil berteriak, orang-orang di luar sudah teriak juga mungkin mereka menjadi santapan mayat hidup juga di luar

Aku butuh beberapa peralatan lagi, aku lihat di bawah tempat tidur lain ada peralatan perkakas untuk memasang spanduk tadi siang, tanpa melihat apa isinya aku membawanya dan memasukan ke tas ransel hijau yang aku bawa sekarang.
Hilman yang sedari tadi menahan pintu sudah merasa resah, dia menunggu kedatangan ku. “WOY , SITUASI LAGI GENTING GINI LO MALAH LAMA…!! TUAN PUTRI BURUAAAAN”

“Ngga ada guna nya teriak bodoh” kataku agak pelan, setahuku seperti di dalam film atau komik mereka bereaksi terhadap suara jadi percuma saja jika kau berteriak akan sama saja mengundang mereka untuk datang kesini.

Akhirnya hilman menyuruhku untuk menggeret sofa, meja dan apapun yang ada untuk menahan mereka. Ide ini cukup berhasil menahan mereka yang akan masuk dari arah pintu depan, walaupun untuk sementara.

Aku segera berlari mengikuti hilman menuju ke belakang, ke depan kamar dimana tadi aku hampir menjadi santapan makan malam ka uli, atau sekarang bisa di bilang “MAYAT HIDUP”.

“Ambil Sprei dikamar, terus gw butuh palu yang mungkin tadi udah lo ambil” kata hilman sudah mulai agak tenang, mungkin karena tadi kuberi tahu jika kita berteriak sama saja mengundang ‘MEREKA’, ketempat kita berteriak.

Aku yang agak bingung hanya melaksanakan perintah hilman, dia lah yang memberi komando disini, mungkin dia tau jalan terbaik.


Di pasangnya sprei itu di jendela dan di hantamkannya jendela tersebut dengan palu.

‘BRUANK’

Aku mulai mengerti, kita akan keluar dan ide hilman memecahkan jendela itu salah besar, karena ada beberapa jendela di asrama panitia ini yang sebenarnya bisa dibuka tanpa harus memecahkannya .

‘Aku juga yang bodoh kenapa tidak bilang dari tadi, tapi hilman juga yang salah kenapa tidak berkomunikasi padaku terlebih dahulu’ pikirku